Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 14 Juli 2008

Benarkah Telah Tumpul?


“Dua puluh enam anak murid disodomi gurunya,” cerita Darjat, teman saya di suatu obrolan di bulan April lalu. Mendengar berita yang ia dapat dari salah satu stasiun televisi siang itu, hanya saya tanggapi dengan, “Oo....”

Beberapa detik setelah itu kesadaran saya tersentak. Saya kaget. Kenapa saya hanya menanggapinya dengan Oo....? Kenapa saya tidak berkomentar, “Wah bejat amat tuh guru!” atau “Terkutuk!” dan seterusnya.

Apakah rasa kemanusiaan saya telah tumpul?

Saat Darjat bercerita tentang guru bejat itu, saya hanya membayangkan peristiwa itu hanya sebagai peristiwa yang sudah sering terjadi. Saya banyak membacanya di koran dan melihatnya di televisi. Benarkah seringnya pemberitaan media massa seperti itu bisa membuat pembaca atau penonton tak lagi peka kemanusiaannya?

Saya kemudian teringat salah satu tulisan di sebuat koran nasional. Tempo, kalau tidak salah. Si penulis mengungkapkan pengalamannya saat mengalami gempa saat ia beada di sebuah hotel. Ia gambarkan bagaimana paniknya ia dan para penghuni hotel. Ia takut hotel itu runtuh. Lalu ia membandingkannya dengan tsunami di Aceh yang maha dahsyat itu. Ia baru tahu rasanya mengalami gempa. Kemudian ia menulis, sekedar melihat dan mendengar, sangat berbeda dengan merasakannya langsung.

Benar juga apa yang ditulis penulis itu. Korban sodomi di awal tulisan ini, pasti mendapatkan trauma yang sangat berat. Bisa jadi, efeknya akan terus dirasakannya seumur hidup. Ia bisa menjadi pendiam dan rendah diri akibat perbuatan gurunya. Merasa masa depannya sudah hancur, sudah tak berguna lagi dan seterusnya.

Lalu saya juga berpikir, mungkin komentar oo.... dari saya juga tumbuh karena saya hanya memposisikan diri sebagai pembaca dana penonton. Mungkin akan lain kalau saat teman saya menginformasikan berita tersebut, yang menjadi korban adalah adik saya atau anak saya.

BANGSAT!




Tidak ada komentar: