Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 14 Juli 2008

Yang Tersisa


Mungkin tulisan ini sudah terlambat untuk digulirkan, tapi sebenarnya idenya seh dah ada dari dulu cuma belum sempet aja (apa males? Hehe...). Ya...lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali, kata pepatah.

Saya cuma ingin mengajak semua pembaca mengingat kembali acara Musabaqoh Tilawatil Quran atau MTQ Nasional ke-22 di Banten, beberapa waktu lalu. Saya hanya ingin bertanya, “Apa yang tersisa setelah MTQ selesai?” Semua orang bisa jawab apa pun. Tergantung dari sudut mana memandang dan sejauh mana pengetahuan yang dimiliki tentang MTQ. Mungkin ada yang akan menjawab, “Bangga karena Banten dipercaya menjadi tuan rumah acara nasional tersebut” atau “Seneng banget soalnya SBY dateng ke Banten.”

Namun bagi saya yang tak banyak tahu tentang MTQ ini, tergelitik juga untuk melihatnya. Setidaknya, ini menjadi catatan dari orang yang lebih mau bersandar pada esensi ketimbang hanya sebuah prestisi.

Melihat kembali acara yang tidak pernah saya datangi itu, saat saya melewati daerah Palima baru-baru ini, saya hanya melihat hamparan spanduk baik yang bergambar pejabat atau berlogo perusahaan telekomunikasi dll. yang berisi mendukung suksesnya MTQ, jalan menuju Palima yang mulus, juga pot-pot tanaman di trotoarnya. Hanya itu secara fisik.

Lalu secara non fisik, adakah imbasnya? Pemahaman warga Banten tentang Al-Quran, misalnya? Kecintaan warga Banten kepada Al-Quran? Atau meningkatnya ketaqwaan warga Serang? Mungkin sulit menilainya, tapi rasanya masih jauh untuk mencapai ke arah itu.

Ajang MTQ seperti yang kita tahu hanyalah perlombaan yang berkaitan dengan Al-Quran. MTQ di akhirnya, hanya akan menghasilkan juara-juara baru di bidang tilawah atau qori, penghafal Quran, penulis kaligrafi dan seterusnya.

Itu kalau pertandingan di MTQ jujur dan tak curang. Kenyataannya, meski pun hanya dari gosip jalanan, banyak kecurangan yang terjadi saat MTQ. Misalnya, ada seorang peserta yang dinyatakan lulus bahkan menjadi juara di salah satu cabang perlombaan di MTQ padahal seharusnya gugur karena tidak siap saat dipanggil saat lomba. Belakangan diketahui, peserta tersebut memiliki hubungan dekat dengan salah seorang juri di cabang itu. Ini cerita teman saya yang pernah jadi panitia MTQ.

Lalu teman saya yang seorang qori juga pernah bercerita akan difasilitasi oleh pejabat di suatu daerah pada suatu kesempatan perlombaaan MTQ dan menjamin segala fasilitas termasuk pembuatan KTP daerah tersebut untuknya sebagai bukti ia warga situ dengan syarat mau menjadi perwakilan daerah tersebut. Dan mungkin masih banyak lagi kecurangan lainnya yang tak saya ketahui.

Kalau sudah tahu begini, masihkah kita bangga dengan MTQ? Atau kita masih berkomentar, “Hey, kemaren gue geliat Pak SBY di Palima.” Dengan bangganya.

Capek deee.....hh.




Tidak ada komentar: