Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 15 September 2008

Pesan Sang ‘Nabi’

Di suatu siang, sebuah pesan singkat dari seorang teman datang. Nadanya mengharap sekaligus mengancam: ALI said: juru kunci Sayyidina Mekah bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. Beliau berpesan, “Kuatkan aqidah dalam ibadah karena dunia ini sudah goyah dan tua.” Sebarkan sms ini ke 10 muslim. Maka, insya allah dalam jangka 10 hari akan mendapatkan rezeki besar dan jika tidak disebarkan tunggulah kesulitan yang tiada henti-hentinya.
Sebelumnya, pesan yang sama juga pernah saya dapatkan. Nadanya masih mengharap dan mengancam. Sesaat saya sempat bertanya: benarkah pesan ini? Jika ya, maka saya mesti buru-buru mengirimkannya ke teman-teman saya agar terindar dari marabahaya. Tapi saya juga kemudian heran: mengapa kebaikan mesti dipaksakan? Mengapa yang tidak mengirimkannya akan mendapat musibah? Apa pesan ini benar-benar harus disampaikan sehingga bagi yang menolaknya disebut hamba yang tidak amanah? Atau... paling tidak disebut sebagai muslim yang tidak menyayangi saudaranya karena tidak memberitahukan ‘pesan penting’ sang nabi dari juru kunci Sayyidina Mekah.
Dengan nekad dan sedikit coba-coba sambil menguji keyakinan, saya tangguhkan pesan dari seorang teman itu. Saya tunggu selama 10 hari musibah macam apa yang akan menimpa. Meski kecil, dalam hati saya yakin tak kan ada apa-apa.
Sebelum pesan singkat itu datang pada saya, dulu sekali, saya pernah membaca selebaran bernada sama. Bercerita tentang seorang syaikh yang menunggu makam Rosulullah SAW yang bertemu dengan Nabi Terakhir dalam mimpi. Dalam mimpinya, Rosul bersabda dengan pesan yang kurang lebih sama dengan pesan singkat dari teman saya. Dan ujungnya, juga masih mengharap dan mengancam.
Dan begitulah. Setelah saya tangguhkan pesan dari seorang teman itu selama 10 hari, saya mendapatkan jawaban atas apa yang saya yakini. Ancaman dalam pesan singkat itu tak terbukti. Kehidupan yang saya jalani tak berubah. Maksudnya, biasa-biasa saja. Tak ada yang aneh. Tidak ada musibah. Tak ada kutukan tiada henti. Maka, saya membalas pesan teman saya itu. Saya katakan bahwa tak ada kebaikan yang dipaksakan. Saya telah membuktikannya dengan tidak menyebarkan pesan singkat mengancam yang dikirimkannya. “Bener, Bos nggak terjadi apa-apa?” tanyanya masih belum yakin. “Saya mah dah nyebarin. Di sininya seh disuruh nyebarin.” lanjutnya. Saya katakan padanya, “Pakai saja logika. Mana ada seh kebaikan yang memakai ancaman segala.”
Saya jadi ingat sebuah tulisan tentang hoax. Hoax adalah sebuah istilah untuk e-mail bualan yang sengaja dibuat salah satunya untuk ngerjain. Salah satu contoh hoax adalah yang mengatakan bahwa kata 4JJI yang mirip dengan lafadz Allah dalam bahasa Arab adalah singkatan dari For Jesus, Judas and Isa. Padahal, jika diteliti dengan seksama, kalimat itu sungguh tidak masuk akal. Kontradiktif. Bagaimana mungkin Judas disatukan dengan Jesus yang merupakan pengkhianat dirinya?
Mungkin juga pesan singkat dari seorang teman itu adalah juga hoax dalam bentuk lain. Dan saat kita termakan bualan hoax, sang pembuat malah terkekeh-kekeh menertawakan kebodohan kita.
Wallahu a’lam.
Serang, 12 September 2008

Tidak ada komentar: