Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 10 Desember 2008

Memaafkan Usep

“Kepada keluarga korban, maafkan segala kesalahan dan kealfaan saya.” Begitu tulis Tb. Yusuf Maulana alias Usep dalam pesan singkatnya (SMS). Ucapan maaf itu ditujukan untuk keluarga yang ditinggalkan oleh orang–orang yang dicintai, para korban yang telah dibunuh Usep.
Nama Usep sering muncul bahkan menjadi headline di media massa lokal Banten akhir-akhir ini meski kasus pembunuhan ini sudah lama terjadi, yakni sejak tahun 2007 lalu. Bahkan berita ini juga telah disiarkan stasiun televisi swasta kita. Ya, dia adalah eksekusi terpidana mati kasus pembunuhan terhadap delapan orang korbannya. Lelaki asal Lebak ini sudah divonis mati oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Rangkasbitung karena melakukan pembunuhan berencana meski waktu dan tempat eksekusi masih dirahasiakan akan dilakukan kapan dan di mana.

Dukun Palsu
Sekedar mengingat, Usep adalah paranormal palsu yang mengaku dapat menarik uang dari Bank Goib serta menggandakan uang. Saat ada beberapa orang tertarik dengan kemampuannya dan menjadi ‘pasien’, Usep membunuh mereka dengan memberi pra korban minuman teh yang dicampur dengan gula merah serta racun tikus sebagai syarat ritual terakhir untuk memperoleh uang gaib sebagaimana dijanjikan Usep. Setelah tak bernyawa, para korban pun dikubur dengan pakaian masih lengkap. Polisi menduga motif pembunuhan yang dilakukan Usep adalah karena tergiur untuk memiliki harta para korban.
Apa yan dilakukan Usep memang bukan perkara baru di negeri ini. Motif penipuan serupa juga sudah terjadi bahkan diberitakan di televisi-televisi swasta. Di zaman yang serba susah ini dan memerlukan biaya hidup yang tinggi, memungkinkan mereka yang tidak kuat iman menempuh jalan melenceng dari ajaran Allah—jalan yang sebenarnya tidak ingin dilalui siapa pun yang masih berpikiran waras.
Bagi keluarga korban, pasti terasa berat menerima ketiadaan anggota keluarga yang sangat dikasihi. Apalagi mereka adalah tulang punggung keluarga. Permintaan maaf saja rasanya tidak cukup untuk menebus kehilangan yang dirasakan. Untuk mengobati kekejian perbuatan sang dukun. Apalagi jika melihat cara menghilangkan nyawa yang dilakukan pelaku yang tidak manusiawi kepada para korban. Caci maki, kutukan, bahkan hukuman dibakar hidup-hidup adalah pembalsan yang dirasa cukup setimpal seperti yang diinginkan salah seorang istri korban. Bahkan, saking kesalnya, salah seorang ayah korban rela akan membunuh dukun palsu tersebut jika dibebaskan. “Tidak ada maaf untuk dukun itu. Yang pantas hanyalah dibunuh. Kami ingin dia mati. Jika majelis hakim tidak menghukumnya mati, biarkan dia bebas dan saya yang membunuhnya,” ungkap sang Ayah.
Meski terasa sangat berat, namun balas dendam juga bukan perbuatan bijak karena jika kemudlaratan dibalas dengan kemudlaratan serupa maka tidak ada bedanya. Meski hati terbakar oleh perbuatan orang lain yang merugikan kita, namum hati tetap harus dijaga agar jangan sampai terpolusi.
Memang benar, saya tidak dapat merasakan dengan pasti kehilangan yang dialami oeh para keluarga korban. Dan juga betul jika ada ungkapan sekedar mengetahui dan mengalami adalah berbeda. Itu tidak dapat diragukan lagi. Namun ada tuntutan memerintahkan kebaikan dan mencegah kemungkaran antar sesama muslim dalam islam.
Meski Usep menuliskan permitaan maafnya dengan sangat sederhana dan hanya melalui pesan singkat, namun ada nada penyesalan yang mendalam di sana. Ini dapat diraba karena saat menuliskan pesan itu, ia sudah pasrah dengan hukuman yang akan ia jalani. Ia telah mendapatkan balasan yang diharapkannya dapat memusakan keluarga korban. Dan saya rasa, tidak ada alasan lain selain memaafkannya.

Rosul Teladan
Saya jadi ingat kisah Rosulullah saat fathu makkah, penaklukan Mekah. Saat itu, Rosulullah dan para sahabatnya memasuki Mekah. Mereka adalah kaum muslim gagah berani yang menggentarkan dan menciutkan kekuatan kaum Quraisy Mekah.
Setelah melakukan tawaf, Rosulullah kemudian bertanya pada kaum Quraisy yang berkumpul di masjid, “Orang-orang Quraisy. Menurut pendapat kamu, apa yang akan aku pebuat tehadap kamu sekarang?” Mereka menjawab, “Yang baik-baik. Saudara yang pemurah, sepupu yang pemurah.” Lalu Rosulullah bersabda, “Pergilah kamu sekalian. Kamu sekarang sudah bebas.”
Rasulullah yang selama bertahun-tahun dimusuhi, difitnah, diboikot bahkan diincar untuk dibunuh, saat memiliki kekuasaan untuk membalas malah memilih memaafkan orang-orang yang selama ini sudah tidak dapat dihitung lagi kesalahannya. Alangkah besar jiwanya melampaui segala dengki dan dendam di hati! (Muhammad Husain Haikal, 1992). Hindun, seorang wanita yang merobek dada dan mengunyah jantung dan hati Hamzah bin Abdul Mutholib, paman Rosulullah, saat perang dimaafkan kesalahannya saat penaklukan Mekah. Sebagai manusia biasa yang memiliki perasaan yang lembut, Rosul tentu sangat tercabik perasaannya dengan apa yang dilakukan Hindun kepada Hamzah bin Abdul Mutholib. Namun saat Hindun bahkan seluruh kaum Quraisy sudah tak memiliki kekuatan untuk melawan Rosul saat fathu makkah, mereka malah mendapat amnesti (pengampunan). Jika mau, tentu Rosul akan sangat dengan mudah membalas karena kaum Quraisy ada dalam genggaman, namun Rosulu tidak melakukannnya.
Sebagai makhuk pilihan, tentu Rosul tahu mana yang benar dan salah. Dan Rosul memilih memaafkan kaum Quraisy dari pada membalaskan dendam dan sakit hatinya. Betapa indah akhlaq manusia pilihan itu. Betapa besar jiwanya. Subhanallah!
Kita memang bukan Rosul. Kita juga tidak akan sesempurna akhlaqnya, namun karena beliau adalah suri tauladan kita, maka kita juga harus berusaha menirunya. Begitu juga saat ada yang melakukan kesalah yang sangat berat untuk dapat dimaafkan. Sebesar apa pun kebencian kita, kita bisa berusaha memaafkan kesalahan orang lain jika kita mau berusaha mengamalkan apa yang diajarkan Rosulullah semasa hidupnya kepada kita.
Dalam pesan singkatnya, Usep meneruskan, “Dengan kepasrahan saya, semoga semuanya puas!”
Saya menilai, Usep telah mengakui dosanya. Menyadari kesalahannya. Ia idak mau melakukan banding meski ia berhak untuk itu. Ia memilih menjalani keputusan eksekusi yang akan dihadapinya. Dan sekarang, ia sedang menenangkan diri untuk menghadapi pertemuannya dengan Sang Khaliq. Saya rasa, kita telah sama-sama tahu bahwa sebesar apa pun dosa seorang hamba, jika ia bertaubat maka akan diampuni. Karena rahmat Tuhan lebih luas dari dosa-dosa yang kita lakukan.
Lalu akankah kita tidak mau memaafkan padahal Tuhan saja maha pemaaf bagi hamba-hambaNya? Semoga kita tidak termasuk orang-orang yang menuruti hawa nafsu.
Wallahu a’lam bi al-showab.
Ini adalah artikel gue yang ditolak Radar Banten ^_^

Tidak ada komentar: