Seorang remaja dengan gaya rambut punk, bertindik di hidung dan telinganya, berkalung, berdompet rantai, sedang asyik merokok sambil memainkan handphone. Penampilannya mencerminkan gaya anak muda masa kini di Ibu Kota Jakarta. Namun ia tidak sedang berada di mall, cafe atau tempat nongkrong anak muda lainnya melainkan sedang berada di atas punggung seekor kerbau.
Begitulah Mw Fauzi atau dikenal dengan Si Uzi, seorang kartunis, melihat fenomena “modernisasi” yang terjadi di kalangan anak muda sekarang dan menuangkannya ke dalam bentuk gambar padat yang menggelitik yang disebut karikatur. Dalam karikaturnya, ia membenturkan nilai kemodernan yang semu—yang hanya dimaknai dengan pakaian, makanan, hiburan, dan hal-hal yang berbau kesenangan hidup sesaat—dengan realitas sesungguhnya di mana individu tersebut tumbuh dan berpijak pada buminya.
Sehingga, pemahaman modern yang agak keliru pada remaja di kampung tadi, yang digambarkan dengan mode anak muda saat ini, itu menjadi lucu karena dibenturkan dengan sesuatu yang sangat kontras yaitu kehidupan sesungguhnya anak kampung yang “habitat” aslinya di sawah dan masih suka menggembala kerbau atau kambing. Sesuatu yang sangat jauh dari modern.
Dengan kenyataan semacam itu, saya sebagai penikmat karya Si Uzi tersenyum simpul menertawakan tingkah laku remaja yang sangat kontradiktif itu. Namun di sisi lain saya juga merasa tertikam karena saya juga melakukan hal yang sama dengan tokoh remaja yang digambarkan Si Uzi. Dalam kekocakan, Si Uzi menyelipkan pesan kepada kita.
Tak Cuma Kocak
Namun ternyata tak semua karikatur Si Uzi bernada kocak. Ada juga sebagian yang serius bahkan sangat serius. Seperti gambar Gubernur Banten Hj. Ratu Atut Chosiyah yang menghadapi kue ulang tahun bertuliskan Banten yang terdapat liling angka 8 di atasnya. Dan seorang anak berperut buncit yang mengenakan pakaian compang-camping di hadapan Sang Gubernur bilang, “Boleh saya yang meniup dan memintakan harapannya, Bu?”
Gambar berjudul “harapanku” itu menunjukkan bahwa masyarakat Banten masih ada juga (bahkan mungkin banyak) yang hidup dalam kemiskinan. Dan harapan mereka untuk keluar dari kemsikinan itu belum tercapai selama Banten menjadi provinsi. Bahkan sebagian warga di Waringin Kurung beberapa waktu lalu memakan nasi aking karena alasan ekonomi. Meski sudah delapan tahun Banten berdiri sebagai provinsi, namun perubahan ekonomi bagi wong cilik belum bisa dibilang menggembirkan. Maka, Si Uzi nyeletuk dengan tokoh anak kecilnya, “Bolehkah kami (wong cilik ini) yang meminta harapan bagi kehidupan kami? Karena mungkin, salama ini hanya orang-orang tertentu saja yang memiliki harapan dan ingin harapannya terkabul. Kehidupan seperti apa yang dipinta si anak? Tentu saja kehidupan yang lebih baik dari yang sekarang.
Begitu karikatur-karikatur karya Si Uzi yang dipamerkan dalam acara Ode Kampung 3 di Rumah Dunia 05-07 Desember 2008 lalu. Pameran bertema “Pameran Delapan Tahun Provinsi Banten” ini berbicara tentang banyak hal soal Banten.
Dari sekian banyak karikatur yang menyoroti berbagai permasalahan di Banten, ada yang bernada jenaka seperti watak asli kartun, namun ada banyak juga yang bernada agak pedas yang dimaksudkan sebagai “jeweran” bagi pihak-pihak yang dianggap belum melaksanakan kerjanya dengan baik dan benar selama ini.
Selain masalah gaya hidup yang diangkat ke dalam karya-karyanya, Si Uzi juga mengangkat isu-isu politik, ekonomi dan sosial seperti kelangkaan BBM, bantuan langsung tunai (BLT), beras miskin, nasi aking, Dana Perumahan 3, pejabat yang malah belanja di luar negeri padahal seharusnya studi banding, premanisme, pungutan liar, bahkan olah raga dll.
Membaca Sejarah
Sebagai seorang pemimpin redaksi di salah satu koran lokal di Banten, Si Uzi mendapatkan masukan informasi yang sangat kaya akan Banten terutama isu-isu aktual. Dengan modal informasi yang melimpah ruah itu, ia bisa mengetahui banyak hal tentang peristiwa yang terjadi di daerah kesultanan ini. Dan pengetahuan itulah yang kemudian ditransformasikannya ke dalam bentuk karikatur. Gambar-gambar ini kadang-kadang agak susah dipahami maksudnya jika yang melihat tidak banyak memiliki pengetahuan akan kasus atau peristiwa yang terjadi yang kemudian diangkat sebagai ide dasar dalam pembuatan karikatur tersebut.
Sebagaimana sifat lahiriah sebuah karya karikatur, ia menampilkan peristiwa dengan deskripsi yang terbatas. Dengan keterbatasannya itu, karikatur dituntut ringkas dan padat. Namun dalam keterbatasaannya pula, karikatur ternyata mampu menjadi media kritik dan sekaligus penghibur dalam waktu yang bersamaan. Dan modal yang mesti dimiliki oleh seorang karikaturis agar karyanya tidak membosankan, salah satunya, saya kira adalah humoris. Dan Si Uzi telah memiliki modal ini.
Karikatur-karikatur yang dipamerkan dalam “Pameran Delapan Tahun Provinsi Banten” ini dijual untuk umum. Harga perkarikatur beragam. Namun semuanya hanya berkisar 500-600 ribu saja.
Seperti karikatur tentang seorang pasien yang terbaring di kasur (yang menggambarkan Perserang) dan kaget karena selang infus (APBD) miliknya putus, yang dibandrol dengan harga 600 ribu, karikatur dengan judul “ritual masak” hanya berharga 500 ribu.
Melihat sejumlah karikatur Si Uzi, kita seperti membaca buku sejarah Banten selama delapan tahun yang ditulis dengan apik dan menarik. Dan kita tahu, setelah membaca buku itu, bahwa selama delapan tahun pembangunan Banten belum juga menunjukkan ke arah kesejahteraan bagi masyarakat Banten. Padahal Banten pernah menjadi tempat yang sangat makmur bagi penduduknya saat Sultan yang memimpin bersifat amanah pada jabatan yang dibebankan kepadanya. Tidak korup dan tidak membodohi rakyatnya. Saat itu, saat Banten menjadi pusat perdagangan internasional dulu.
Tulisan ini saya kirim ke Radar Banten tapi langsung dapet konfirmasi dari RB. Katanya: tulisan Anda sudah tidak up to date! karena waktu ulang tahun Banten sudah lama lewat. padahal kan tulisan ini bukan menyoroti ke itunya, walaupun ada juga seh nyerempet2. ya udah deh akhirnya gue kirim lagi ke Banten Raya post, Jumat, 12 Desember 2008 kemaren. dan hari ini, 15 Desember 2008, kata Mas Gong, tulisan hue masuk Baraya. cihuuuuuyyyyy!hehe...
Tulisan ini juga dipublikasiin di situs www.rumahdunia.net di rubrik Cakrawala. Hmmm...
Senin, 15 Desember 2008
Provinsi Banten dalam Karikatur
Langganan:
Posting Komentar (Atom)


RSS Feed (xml)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar