Jurnalistik secara bahasa atau etimologi berasal dari bahasa Perancis, Journ, yang berarti catatan atau laporan harian. Secara sederhana, jurnalistik diartikan sebagai kegiatan yang berhubungan dengan pencatatan atau pelaporan setiap hari.
Apakah sama antara jurnalistik dengan buku harian? Keduanya mungkin sama dalam hal pencatatan setiap hari namun berbeda. Kalau buku harian tidak dipublikasikan kepada semua orang (karena biasanya rahasia), maka karya jurnalistik mesti disebarluaskan kepada sebanyak-banyaknya orang.
Jurnalistik media cetak sangat dipengaruhi oleh dua faktor; verbal dan visual. Verbal sangat menekankan pada kemampuan kita memilih dan menyusun kata dalam rangkaian kalimat dan paragraf yang efektif dan komunikatif. Visual, menunjuk pada kemampuan kita dalam menata , menempatkan, mendesain tata letak atau hal-hal yang menyangkut perwajahan atau layout.
Ini juga sesuai dengan fungsi utama pers yaitu memberi informasi, mendidik, koreksi, mediasi dan hiburan. Maka, selain memuat berita kriminal, perkembangan dunia usaha, korupsi, juga memuat informasi hiburan seperti berita selebritis, kebudayaan, makanan, rekreasi, cerpen, teka-teki silang, anekdot, fotografi, karikatur, dan seterusnya.
Jadi, keberhasilan sebuah media cetak adalah yang memperhatikan kedua faktor di atas. Keduanya tidak bisa jalan sendiri-sendiri. Akan cacat jika keduanya tidak berjalan beriringan. Seperti sepasang kaki yang akan kurang sedap dipandang jika ada salah satunya yang tidak berfungsi dengan sempurna.
Informasi tidak hanya harus disajikan secara jelas, benar dan akurat tapi juga menarik. Menarik dalam artian bisa membangkitkan minat pembaca untuk membaca informasi tersebut. Apalagi dapat membuat pembaca nyaman. Media yang memperhatikan dua faktor di atas niscaya akan dibaca oleh banyak orang.
Kita bisa membandingkan berita tanpa foto atau gambar dengan berita tapi disisipi gambar. Tentu akan lebih menarik berita yang disisipi gambar. Itulah sebabnya banyak terjadi pembaca yang tertarik membaca sebuah berita karena tertarik setelah melihat gambarnya yang “cantik” dulu. Itu juga yang dijual oleh media visual seperti televisi.
Lalu, apa yang mesti dipersiapkan untuk membuat sebuah penerbitan atau dalam skala sekolah berupa majalah dinding (mading)? Hanya dua: penulis atau wartawan sekolah dan layouter yang handal. Untuk lingkup sekolah, kedua macam orang ini rasanya sudah cukup mengerjakan segala macam penerbitan.
Bagaimana kita tahu seseorang termasuk dalam daftar penulis atau wartawan handal? Pertama, wartawan tidak mengenal kata malas. Ini sangat berhubungan dengan kelangsungan media. Kalau wartawannya malas, lalu apa yang akan diberikan atau “dijual” kepada pembaca? Sedangkan peristiwa selalu terjadi tiap hari bahkan tiap detik.
Bagaimana nasib sebuah surat kabar jika hari ini tidak terbit, besoknya baru terbit, dan dua hari kemudian tidak terbit lagi (karena wartawannya pada malas, misalnya)? Padahal surat kabar itu menyatakan dirinya surat kabar harian. Pasti lama-lama akan bangkrut. Atau minimal tidak akan dipercaya oleh pemasang iklan dan pembaca.
Kedua, menepati deadline. Deadline adalah waktu yang dipilih sebagai batas akhir sebuah berita diterima redaktur. Profesi wartawan adalah profesi yang akrab dengan tekanan deadline. Makanya, dalam iklan lowongan penerimaan wartawan biasanya dijumpai syarat; siap bekerja di bawah tekanan. Maksudnya, tekanan deadline.
Agar lebih mudah dipahami saya beri contoh. Misalnya, setelah mengadakan rapat redaksi hari Sabtu, disepakati bahwa deadline untuk penerbitan mading SMA Sugih yang terbit satu minggu sekali adalah hari Sabtu berikutnya. Maka, pada hari Sabtu yang ditentukan sebagai deadline adalah batas akhir tulisan-tulisan terkumpul. Karena Sabtu malam dan hari Minggu akan dijadikan sebagai hari untuk layout, misalnya. Sehingga berita bisa disajikan dan dinikmati pada hari Senin-nya.
Ketiga, banyak ingin tahu. Sering tanya tentang segala sesuatu terutama hal-hal yang dianggap menarik. Seorang wartawan tidak bisa mereka yang punya rasa malu. Akan repot jika ada wartawan yang mau meliput tentang sebuah peristiwa tapi malu untuk menanyakannya kepada narasumber karena sang narasumber adalah Kapala Sekolahnya, misalkan. Maka, untuk sementara simpan dulu malunya.
Selain itu juga wartawan harus tahan banting. Tidak mundur gara-gara dimarahi, dicaci, dilecehkan, bahkan diperlakukan tidak baik. Wartawan biasanya lebih mementingkan berita daripada keselamatannya.
***
Setelah mendapatkan penulis yang handal, maka kini saatnya membicarakan orang kedua dalam sebuah penerbitan sekolah yang memegang peranan penting seperti telah dijelaskan di atas yaitu layouter. Penulis dan layouter adalah dua mata uang yang tidak bisa dipisahkan.
Bagaimana kriteria layouter handal? Layouter yang handal adalah yang bisa menyajikan berita dengan tampilan yang menarik sehingga pembaca merasa nyaman saat membaca. Bagaimana kita tahu sebuah tampilan berita menarik? Ada baiknya kita membuka-buka majalah atau koran dan memilih berita dengan tampilan yang menurut kita menarik. Setelah itu, kita mencoba membuat yang sama. Tidak ada salahnya meniru bagi pemula. Lagipula copy the master dianjurkan kok!
Selebihnya, lebih enak kita diskusi saja.
Minggu, 15 Februari 2009
Mengenal Jurnalistik
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar