Di kamar mandi samping gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa IAIN Banten ada pesan tertempel tepat di atas toilet. Font-nya besar-besar. Mungkin si penulis gregetan saat menuliskan sambil membayangkan mereka yang akan ia jewer lewat pesan itu. Atau ia buat besar-besar agar tulisannya cepat mendapat perhatian semua yang memasuki toilet sehingga dibaca sebanyak-banyaknya mahasiswa. Maksud itu, hanya penulis pesan dan Tuhan yang tahu.
Isi pesannya sangat mulia yaitu mengajak mahasiswa menjaga kebersihan toilet. Sangat mengikuti tren sekarang mengingat isu global warming semakin gencar saja didengungkan banyak orang di negeri ini. Begini pesan itu tertulis, “MANEHTEH MAHASISWA LAIN BUDAK LEUTIK DEUI BLOOOG. ARI MICEUN SAMPAHTEH NTONG DI KAMAR MANDI PIKIR ATUH DA MANEHTEH BOGA OTAK.” Betapa galak dan garang.
Kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, pesan berbahasa Sunda itu (mungkin) akan jadi begini, “Kamu itu mahasiswa bukan anak kecil lagi blooog (mungkin diambil dari kata goblooog). Kalau buang sampah jangan di kamar mandi.”
Begitu menggebu-gebu pesan di tiolet itu. Bersemangat dan menyengat. Saya sampai terperanjat saat pertama kali membacanya. Dalam pesan di selembar kertas HVS itu (mungkin hanya bisa ia sampaikan lewat pamflet karena ia tak tahu semua nomor mahasiswa kalau pakai sms) terpancar kemarahan, kekesalan terhadap pelaku yang membuang sampah sembarangan di toilet. Apalagi kalau sampah yang dibuang membuat toilet tersumbat. Ah, bisa dibayangkan bagaimana repotnya seluruh pengguna toilet terutama para “kuncen” Unit Kegiatan Mahasiswa.
Di toilet umum seperti toilet untuk mahasiswa di kampus, memang sering kali dengan mudah ditemui sampah di dalamnya. Sampahnya bisa bermacam-macam, mulai dari bekas bungkus sabun, sampo, pasta gigi, deterjen, sampai pembalut wanita.
Memang seh tidak ada larangan membuang sampah seperti barang-barang di atas apalagi karena sudah tidak dipakai lagi. Tapi kan mesti di tempatnya. Sedangkan untuk kasus di toilet kampus IAIN Banten, tidak ada tempat sampah di dalamnya. Maka, siapa yang mau membuang sampah, mesti membuangnya di luar toilet.
Tidak berlebihan kiranya bila ada yang menulis himbauan agar tidak membuang sampah sembarangan (terutama di toilet) karena budaya menyampah kita masih memprihatinkan. Dan rupanya, ada yang menggugat kebiasaan buruk dari agent of change. Sikap yang patut mendapat pujian. Apalagi ia menggugat anggota sesamanya (mahasiswa). Sangat jarang menemukan orang yang berani menggugat kesalahan sesamanya kecuali mereka yang memiliki keberanian.
Memang kerap terjadi, saat kita berada di pihak yang benar (tepatkah julukan ini?) kita melihat mereka yang melenceng (tepat juga kah istilah ini?) dengan sebelah mata. Seakan kita yang paling suci. Seolah kesalahan itu sudah tidak dapat diubah sama sekali. Maka, sering kita jumpai ketidakarifan sikap kita kepada mereka. Dan keluarlah kata-kata yang semestinya hanya boleh diketahui tanpa dikeluarkan apalagi untuk teman sendiri: (maaf) monyet, anjing, setres, taik, babi, goblog dst.
Padahal yang mengucapkan adalah mahasiswa. Yang dicaci juga sama. Di tengah kelangkaan sifat terpuji para pejabat kita yang korup dan curang, apa mesti juga mahasiswa melengkapi kejelekan para pejabat tua itu. Mestinya tidak bukan?
(Penguasaan) metode lebih penting dari pada (penguasaan) materi. Begitu dalam sebuah teori pendidikan dikatakan. Artinya, sesuatu yang baik akan tidak baik (maksimal) sesuai dengan yang diinginkan jika disampaikan dengan cara yang tidak tepat. Seperti menggunakan metode pengajaran anak-anak saat mengajari mahasiswa, begitulah himbauan menjaga kebersihan dalam toilet itu juga adanya.
Minggu, 15 Februari 2009
Pesan dari Toilet
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar