Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Kamis, 24 Desember 2009

Tantangan Bagi Para Jurnalis


sumber gambar: http://foto6b.detik.com/images/content/2008/11/12/157/jurnalis6.jpg
Kepada siapa media massa mesti berpihak? Apakah independen yang sering didengungkan media massa sebagai tidak berpihak kepada siapa pun berarti tidak berpihak kepada apa pun dan siapa pun?
Sesungguhnya tidak ada media massa yang benar-benar independen dalam artian tidak memihak apa pun atau siapa pun. Media massa mesti berpihak. Pertanyaannya adalah kepada siapa media massa mesti berpihak? Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel yang memperkenalkan sembilan elemen jurnalisme, media mesti berpihak pada masyarakat (baca: rakyat). Loyalitas utama jurnalisme adalah pada warga negara.
Berhubungan dengan keberpihakan media massa kepada masyarakat inilah media massa melalui para jurnalisnya mesti mengungkap tuntas apa sebenarnya yang terjadi pada kasus Cicak-Buaya. Apa yang melatarbelakangi? Adakah hubungannya dengan Bank Century? Siapa pemain di balik konflik ini? Dan seterusnya.

Tantangan
Mesti kita akui dan beri penghargaan kepada media massa yang selama ini sudah menayangkan banyak informasi tentang perseteruan Cicak-Buaya. Terutama saat menayangkan/ memuat rekaman penyadapan terhadap Anggodo Widjojo yang diduga melakukan kriminalisasi KPK dan berupaya membunuh Bibit Samad Rianto.
Namun, hendaknya media massa tidak puas sampai di situ. Masyarakat masih terlalu kabur dalam kasus ini. Mozaik-mozaik masih banyak yang belum terkumpul. Pihak yang benar dan salah belum terlihat jelas. Masih menduga-duga saja. Karena dugaan-dugaan inilah suara masyarakat yang mengikuti kasus Cicak-Buaya (secara kasar) terbelah menjadi dua: yang mendukung KPK sedangkan sisanya mendukung Polri. Jika tidak segera diungkap, penulis khawatir perbedaan dukungan ini akan semakin memperuncing gap antar masyarakat.
Media massa hendaknya tidak gentar memberitakan atau malah mengungkap habis “rahasia” polemik Cicak-Buaya ini. Semua masyarakat mendukung usaha ke arah sana. Jangan sampai juga pemanggilan dua Redaktur Pelaksana koran harian (Kompas dan Seputar Indonesia) oleh Polri menyurutkan yang lain dalam pemberitaan karena Undang-Undang Dasar 45 menjamin setiap warga negara dalam mendapatkan dan mengolah informasi. Dan sebagai negara yang demokrasi tentunya kebebasan pers mesti dikedepankan. Karena (meminjam kata-kata Andreas Harsono) semakin berkualitas jurnalisme di suatu masyarakat, maka kehidupan mereka pun semakin berkualitas.
Momen kaburnya penglihatan kita akan perseteruan Cicak-Buaya ini justru mesti menjadi tantangan bagi para jurnalis atau wartawan untuk meningkatkan liputan dari straight news (hard news) atau feature menjadi liputan mendalam, indepth reporting, bahkan investigasi.

Liputan investigasi
Liputan investigasi (untuk sementara ini) adalah liputan paling bergengsi dan puncak dalam karir seorang jurnalis. Bukan saja mesti membutuhkan waktu yang relatif lama, tapi juga mesti teliti, sabar, dan ulet. Terus melakukan verifikasi, wawancara dengan banyak orang, menggali data, sampai mendapatkan titik terang.
Seorang jurnalis investigasi mesti memiliki kemampuan di atas rata-rata jurnalis selain keberanian. Ia mesti pandai dalam masalah hukum seperti hakim, mesti lebih bisa menjaga rahasia ketimbang intelelenjen, mesti lebih lihai dari pencuri (dalam menggali dokumen rahasia), mesti lebih bisa mengendus pelanggaran dan kejahatan yang terjadi ketimbang polisi. Modal-modal inilah yang mesti dimiliki jurnalis yang akan terjun ke “rimba kasus” Cicak-Buaya.
Setelah itu jurnalis investigasi akan berurusan dengan pihak-pihak yang merasa terlibat dan terpojokkan dengan adanya kasus Cicak-Buaya, yang biasanya menggunakan pasal karet pencemaran nama baik. Namun, penulis yakin bahwa dampak liputan yang dihasilkan akan jauh lebih memberi manfaat. Dan penulis yakin akan banyak masyarakat—bisa melalui turun ke jalan atau melalui facebook—yang akan mendukung media massa seperti halnya dukungan mereka kepada KPK.

Sejarah emas
Keuntungan yang akan didapat jurnalis investigasi jika bisa membongkar fakta mendalam dalam kisruh Cicak-Buaya adalah ia akan mencatat sejarah jurnalisme Indonesia dengan tinta emas. Sejarah jurnalisme Amerika Serikat bisa menjadi pelajaran bagaimana kebusukan pemerintah bisa dibeberkan oleh dua orang jurnalis handal yang kemudian bisa mewakili rasa keadilan masyarakat Amerika. Dua reporter Washington Post, Bob Woodward dan Carl Bernstein bekerja keras saat menguak kasus skandal Watergate yang ternyata melibatkan Presiden Amerika Richard Nixon.
Atau seperti seorang jurnalis handal Bondan Winarno yang menguak kasus penipuan oleh Michael de Guzman, Manajer Eksplorasi PT Bre X Corp, seputar emas di Busang, Kalimantan Timur.
Sebelum terkenal sebagai pembawa acara wisata kuliner dengan slogan khas “maknyus”, Bondan telah meletakkan dasar bagaimana menguak penipuan Michael de Guzman dengan deskripsi yang menarik dan data yang sangat kaya. Dalam laporan investigasinya—yang kemudian dibukukan dengan judul; Bre X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi—Bondan mengungkapkan penipuan yang dilakukan Michael de Guzman yang dianggap banyak orang bunuh diri karena lompat dari helikopter. Padahal itu hanya usaha untuk mengelabui.
Bondan telah mengungkap kasus penipuan besar, walaupun setelah laporan itu terbit, Bondan dituntut dengan tuduhan pencemaran nama baik.
Majalah Tempo termasuk media massa yang beberapa kali mengungkapkan kasus-kasus lewat laporan investigasi seperti laporan tentang PLN, bisnis gelap aborsi di Jakarta, atau juga tentang liputan investigasi lainnya.
Apa yang ditunggu dan diharapkan masyarakat tentang kisruh Cicak-Buaya hanyalah duduk permasalahan yang terjadi di negeri ini dan mengetahui apa sesunggunya yang terjadi. Jika ada yang bersalah maka siapa yang bersalah, siapa yang mesti dihukum, apakah ada hubungan yang positif antara perseteruan Cicak-Buaya ini dengan Bank Century, dan seterusnya.
Kalau ada jurnalis atau media massa yang berhasil mengungkap kasus Cicak-Buaya, maka tentu masyarakat akan sangat senang karena rasa keadilan yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Dengan demikian juga pers telah melakukan tugasnya sebagai pemantau kekuasaan.
Di tengah serba ketidakpastian dan mengendurnya kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum dan pemerintah, hanya pers yang bisa dijadikan sandaran oleh masyarakat.
Kita berharap ada jurnalis yang bisa mengungkapkan misteri di balik kasus yang mendapat sorotan dari berbagai pihak ini. Dengan begitu, Indonesia bukan hanya dikenal sebagai negara yang banyak masalah dan bencana tapi juga bisa harum karena dapat mengungkapkan kejahatan yang ditutup-tutupi. Ini bisa menjadi pelajaran bagi pers di dunia khususnya Asia. Dan harapan Indonesai menjadi lebih baik semoga akan cepat terwujud. Semoga.

Tidak ada komentar: