Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Rabu, 13 Maret 2019

Fotografi Ponsel


Seperti sering dikatakan oleh fotografer senior KOMPAS Arbain Rambey bahwa foto dalam dunia jurnalistik hanyalah pelengkap atau penguat teks. Foto hanya pendukung atas teks berita yang dibuat. Kalau demikian adanya tidak pentingkah keberadaan sebuah foto?
Eit nanti dulu! Tak usah buru-buru menjawab.
Coba ingat-ingat apakah ketika kita melihat surat kabar atau majalah yang membuat kita ingin membaca berita yang ada di surat kabar dan majalah itu karena teks beritanya atau karena fotonya? Apakah karena judul berita yang membuat kita tertarik untuk melanjutkan membaca atau karena kita melihat foto indah atau mencengangkan dan setelah itu memutuskan membaca teksnya secara penuh?
Pengalaman saya sendiri ketika melihat surat kabar maka kedua kemungkinan itu bisa terjadi. Saya pernah tertarik membaca berita atau artikel karena judulnya membuat penasaran. Tapi saya juga sering ingin membaca lebih jauh sebuah berita (minimal keterangan foto) bila melihat ada foto yang membuat saya kaget (bisa karena kaget, aneh, indah, dan seterusnya).
Maka, secara pribadi saya agak berat menerima “fatwa” Arbain di atas. Tapi mungkin yang dimaksud Arbain sesungguhnya adalah bahwa sebuah surat kabar masih bisa menerbitkan koran meski isinya hanya teks berita tanpa foto. Namun sebuah surat kabar koran atau majalah tidak bisa menerbitkan koran bila hanya berisi foto tanpa teks berita. Bila dilihat dari sudut ini, maka foto sesungguhnya memang sekadar pelengkap berita.

Era ponsel
Perkembangan teknologi komunikasi membuat ponsel (handphone) tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi—dalam arti untuk berbicara dan menulis pesan. Kamera pun kemudian “ditanam” di dalam ponsel sehingga menjadi fasilitas tambahan ponsel.
Seiring berjalannya waktu kualitas kamera ponsel semakin baik dan tak kalah bagus dengan foto hasil jepretan kamera DSLR. Adagium “man behind the gun” berlaku di sini. Wartawan saat ini pun tak perlu repot-repot membawa kamera saku (kalau masih ada) atau DSLR yang beratnya bikin dada tegak. Cukup dengan kameran ponsel wartawan atau fotografer sudah bisa membuat foto yang menarik dan layak cetak/ muat.
Tak terbantahkan bahwa sedikit banyak ponsel telah menggeser kamera konvensional. Kualitas foto yang dihasilkan kamera ponsel sama baiknya dengan beberapa kamera DSLR. Ke depan mungkin saja kamera ponsel bisa sebaik foto-foto yang dihasilkan kamera DSLR mahal. Bahkan Jason van Genderen sang pendobrak dunia perfilman (filmbreaker) bilang, “Masa kini ke depan adalah masa ponsel, tidak terbantahkan,” kata Jason sebagaimana dikutip KOMPAS. Jason percaya masa depan ada di ponsel. Jason sendiri pernah membuat film dengan hanya menggunakan ponsel dan karyanya banyak mendapatkan penghargaan internasional.
Karena itu tak perlulah tidak percaya diri hanya karena membuat foto dengan menggunakan kamera ponsel. Sebab meski hanya menggunakan kamera ponsel bila teknik pengambilan gambarnya bagus, maka hasilnya juga akan bagus.

Belajar dari McCurry
Dalam dunia fotografi ada satu istilah yang pasti akan sering terdengar atau diucapkan: komposisi. Salah satu arti komposisi sebagaimana tercantum pada KBBI V adalah “integrasi warna, garis, dan bidang untuk mencapai kesatuan yang harmonis”. Maka, harmonis bisa disebut dengan perpaduan aneka elemen dalam sebuah foto sehingga menghasilkan foto yang enak dipandang mata.
Fotografer legendaris Steve McCurry (sebagaimana ditulis belfot.com) membagikan tips bagaimana membuat komposisi foto agar foto terlihat lebih bagus. Tips ini bisa diterapkan saat memotret dengan menggunakan kamera ponsel.
Sebenarnya banyak tip yang dia bagikan. Namun dalam pertemuan kali ini saya hanya akan menyampaikan lima tip bagaimana membuat koposisi foto agar lebih enak dilihat.
Pertama, rule of thirds (pertiga bagian). Caranya tempatkan bagian yang paling menarik dari sebuah objek yang ingin difoto dalam foto (point of interest) di pertemuan garis-garis yang membagi foto menjadi tiga bagian. Teori rule of thirds mengatakan foto yang bagian paling menariknya diletakkan di salah satu bagian rule of thirds maka foto tersebut akan terlihat bagus secara keseluruhan.
Kedua, framing (pembingkaian). Permanislah foto dengan menggunakan bingkai (frame). Bingkai bisa dengan menggunakan benda-benda yang memang disengaja disiapkan untuk dijadikan bingkai namun ada juga yang menggunakan frame alami yang ditemui di lokasi saat memotret. Frame-frame alami itu misalkan jendela, pintu, ranting, pepohonan, lubang di dinding, pelampung, ban, atau elemen lain untuk memberi frame alami pada objek foto.
Ketiga, penuhi bingkai (frame). Arinya penuhilah foto dengan objek foto yang ditangkap secara penuh. Biasanya untuk mengabadikan ekspresi wajah dari yang difoto. Bila sebelumnya pada langkah nomor dua di atas kita berusaha menggunakan apa yang ada di sekitar untuk dijadikan sebagau frame, maka kali ini jangan gunakan frame sama sekali. Ini adalah cara menonjolkan objek foto atau mengeksplorasi ekspresi wajah. Mendekatlah pada objek foto penuhi frame dengan ojek tersebut. Sebab sebuah foto bisa saja buruk karena terlalu jauh.
Keempat, corak dan pola (pattern). Pola biasanya berkaitan dengan pengulangan bentuk, garis, warna, dan sebagainya. Memotret pola dan corak yang berulang selalu terlihat indah di mata. Misalnya deretan rumah, tentara yang berbaris, bahkan dedaunan. Namun, yang paling indah adalah saat bisa menemukan pola dan corak yang diinterupsi.
Kelima, gunakan garis. Gunakan elemen-elemen alami sebagai garis penuntun untuk mengarahkan mata pemirsa foto. Laut di cakrawala adalah garis. Lekuk gunung adalah garis. Rel kereta, marka jalan, benda yang bersusun-susun, dan sebagainya.

Keterangan foto
Yang terakhir namun juga penting adalah membuat keterangan foto (caption). Bagi yang tidak terbiasa membuat keterangan foto mungkin kegiatan ini akan sedikit menyulitkan. Namun ada prinsip yang bisa menuntun agar membuat keterangan foto bisa menjadi lebih mudah. Gunakan rumus 5W+1H sebagaimana rumus membuat berita dan keterangan foto akan mudah dilakukan. Foto harus menjelaskan peristiwa di dalam foto itu apa, di mana terjadinya, kapan kejadiannya, siapa yang terlibat (bukan hanya dalam artian negatif), kenapa peristiwa itu terjadi dan bagaimana terjadinya. (*)

Kota Serang, 2/3/2019

1 Disampaikan dalam Kelas Fotografi yang digelar Forum Lingkar Pena (FLP) Wilayah Provinsi Banten pada 3 Maret 2019 di Pesantren Tahfidz Salsabila di Kampung Jagarayu Pabuaran, Kelurahan Dalung, Kecamatan Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten. 


 

Tidak ada komentar: