Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Selasa, 25 Maret 2008

Hatiku Ingin Kamu Tahu

Hari ini,
aku ingat kamu yang telah kubunuh waktu itu.
Entahlah aku sendiri tidak tahu.
Meski segenap
hati telah membencimu namun pada
akhirnya terkikis juga kebencian itu menjadi kangen bahkan
cinta yang dulu.
Ingin aku kembali.
Ah, bersemu pipiku menangkap keinginan itu.
Semoga kau, suatu saat, dapat membaca puisi sederhana ini lalu kembali. Tentu saja dengan catatan kamu masih sendiri alias jomblo. Kalau saat itu kamu sudah mempunyai pacar lagi atau masih dengan yang sekarang, paling tidak kamu bisa tahu apa yang selama ini saya yakini jika setelah berpisah perasaanku sudah tidak ada lagi sedikit pun cinta ternyata tak benar. Dan kalau saat itu kamu sudah menikah, ingin rasanya kamu tahu kalau ternyata sayang ini tak dapat mudah pergi.
Kalau kamu sudah menikah saat itu, aku takkan menunggu jandamu. Meski aku masih mencintaimu. Ya, meski begitu. Kalau aku menanti jandamu betapa tuanya aku saat itu. Aku tak mau begitu. Kalau begitu, mau tak mau aku harus mendoakan agar kau cepat-cepat bercerai. Cara ini juga agaknya kurang baik. Atau yang lebih sadis, kudoakan suamimu cepat menguap saja dari dunia? Tidak. Aku tidak mau begitu.
Hari ini, aku merenung kenapa kita seperti musuh bebuyutan saja? Padahal dulu kita adalah pasangan serasi. Setidaknya, begitulah kata teman-teman. Aku sering mikir kata-kata temanku itu. Bisa saja kan mereka cuma memfitnah.
Sssttt....jangan buruk sangka!
Aku berkulit gelap (cuma ingin memperhalus bahasa dari kata hitam he-he-he...) sedangkan kamu kuning bersih. Namun kau sering kali marah tiap kali aku membahas perbedaan kulit yang bagai langit dan sumur itu. Aku bangga saat kamu marah. Tandanya, kamu memang menyayangiku bukan karena kulit tapi karena walaupun berkulit gelap, aku tetap saja lelaki yang manis he-he...
NARSIS!
Ingin rasanya, hari ini saja aku menyampaikan perasaan ini tapi aku juga malu. Takut. Jangan-jangan kamu sudah tidak mau mendengar suaraku atau tidak mau membalas sms-ku atau tak mau lagi repot-repot memikirkan aku yang sudah terlanjur kau sakiti dan membalasmu.
Hapus aku dari ingatanmu supaya hidupmu damai,” Begitu kau balas pesan singkat terakhirku. Ada rasa lega sebenarnya saat tidak harus bergaul denganmu waktu itu. Aku bisa menjalani kehidupan ‘super sibukku’ di kampus dengan sangat tenang tanpa memikirkan sudah menemuimu atau belum minggu ini, sakitkah kamu kemarin, sedihkah kamu, atau perasaan lainnya seperti ketika masih denganmu.
Saat itu, aku benar-benar sudah membencimu dengan 100% rasa muak. Aku benci kamu tipu. Aku benci kamu duakan. Tapi entah kenapa setelah sekian lama, rasa ini kembali terlihat dan terasa. Rasa damai dan bangga telah mendapatkan cintamu. Aku sendiri tidak tahu kenapa begitu. Mungkin karena aku sadar bahwa tidak pantas bagi seorang kekasih membenci kekasihnya seberapa pun ia membuat kesalahan. Atau kamu memiliki alasan lain?
Ah, aku rasa tidak penting mencari penyebabnya! Yang penting, aku harus memikirkan cara agar kamu dengan segera membaca puisiku. Agar kamu tahu benciku telah hilang. Muakku tak mampu menghalangi sayang yang lama membekas ini.
Terkadang aku menyesal kemurnian perasaan ini baru datang sekarang. Kenapa tidak dari dulu saja? Aku memang sangat kecewa menerima kenyataan kamu lebih memilih dia daripada aku. Bahkan aku sempat akan mengirimkanmu pesan singkat yang berisi do’a agar kalian tidak bersatu. Agar ia juga menduakanmu. Agar kau tahu bagaimana perihnya diduakan karena alasan kamu tidak memiliki kelebihan dibandingkan sainganmu.
Saat itu, kamu pernah bilang kalau dia lebih ganteng dariku. Dan karena itu juga kah kamu lebih memilihnya? Betapa tega. Mengingat itu, aku kadang menyesal dilahirkan tidak setampan Kristian Sugiono. Padahal pernah juga seh yang pernah menyamakanku dengan kekasih Titi Kamal itu. Dia keponakan temanku di rumah. Mungkin terdengar mengada-ada ya tapi yang namanya anak kecil kan biasa bicara seadanya. Jujur dan tidak pernah bohong. Itu kelebihan mereka. Sedangkan kelemahan mereka hanya belum bisa maksimal menggunakan logika he-he... Namanya juga anak-anak, Mas.
Serang, 17 Maret 2008 Pkl.19:30

Tidak ada komentar: