Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 02 November 2009

Dicari: Capres dan Cawapres Kesatria

Yang kita butuhkan sekarang bukan hanya capres yang mampu menandatangi kontrak politik, berjanji akan perbaikan, tapi juga kesatria menepati janji!
Menjelang Pemilihan Umum, Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengadakan kegiatan dalam menggali visi misi para kandidat calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) beberapa waktu lalu. Dalam kegiatan debat itu—yang ditayangkan secara langsung di televisi nasional—rakyat dapat mengetahui seberapa hebat visi misi yang akan diterapkan para capres dan cawapres ketika mereka terplih menjadi presiden dan wakil presiden.
Tidak hanya sampai disana, rakyat juga bisa menilai bagaimana para kandidiat menyampaiakan konsep yang ada di otak mereka, bagaimana menjawab pertanyaan pembawa acara, atau menanggapi kritikan dari kandidiat yang lain. Ada yang santun karena menjaga image, ada juga yang langsung bicara pada pokok permasalahan, atau ada juga yang tidak jelas menjawab apa. Muter-muter kesana-kemari. Terlalu normatif, kata mereka yang berpendidikan tinggi bilang.
Selain KPU, stasiun televisi semisal (untuk menyebut beberapa saja) TV One dan Metro TV juga mengadakan acara serupa, menggali visi misi para capres. Acaranya pun tak kalah berbobot dengan yang diadakan KPU.
Apakah penyampaian visi misi saja cukup dalam melihat kualitas kandidat? Tentu saja tidak. Banyak hal yang bisa dijadikan pijakan seorang pemilih dalam menentukan pilihan presiden dan wakilnya pada 8 Juli 2009 nanti. Salah satunya melihat rekam jejak track record sang kandidiat dulu. Bagaimana ia memilih kebijakan atau apa saja yang telah mereka lakukan untuk negeri ini.
Kenapa visi misi saja tidak cukup? Karena menurut Eko Wijayanto dalam “Menyoal Janji-Janji Capres-Cawapres” bahwa janji-janji (baca: visi misi) yang diucapkan oleh capres dan cawapres hanyalah permainan bahasa (language games) saja. Janji-janji itu hanya bisa terwujud jika yang mengucapkan telah menjabat sebagai capres dan cawapres. Jika tidak, maka kita tak bisa berharap banyak (Kompas, Senin, 29 Juni 2009).
Namun Eko juga menyarankan agar kita tidak usah terlalu memercayai secara buta akan janji-janji itu karena jika janji itu tak akan dijalankan oleh si pengucap, maka sakit hati yang akan kita rasakan akan sangat menderita. Sebaiknya, kita bersikap biasa-biasa saja. Anggap saja janji-janji itu adalah janji yang diucapkan oleh tukang obat. Kalau obat yang ia tawarkan terbukti, kita bersyukur karena tukang obat tidak menipu, tapi kalau obat yang dijanjikan tidak juga bisa menyembuhkan, maka kita bisa menagih uang kembali sebagai ganti rugi. Kalau ia tidak mau mengembalikan uang kita, kita ikhlaskan saja uang itu. Semoga menjadi bekal di akhirat nanti.
Terlepas dari kualitas yang dimiliki para kandidat dan misteri implementasi dari janji mereka, dari semua para kandidat, sesungguhnya belum ada yang secara kongkret menjawab permasalahan-permasalahan yang sedang dialami negeri ini. Semua masih menjawab secara normatif.
Terlepas dari ketidakjelasan—atau lebih tepatnya ketidakkongkretan—itu semua, kita tentu masih bisa berharap pada semua kandidat yang sudah menyatakkan janji itu semoga tidak akan lupa dengan janji mereka. Syukur-syukur, mereka secara sadar dan kesatria menjalankan janji-janji ketika terpilih menjadi presiden dan wakil presiden 2009-2014 nanti.
Semoga saja janji-janji itu tidak hanya tinggal janji kosong.

Tidak ada komentar: