Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 02 November 2009

Mulok dan Pengembangan Bahasa Daerah

Ketika ada wacana memperhatikan bahasa ibu atau bahasa daerah semakin semarak akhir-akhir ini di media massa lokal, ada yang persoalan lain yang mendasar dan tak boleh luput dari pengamatan: bahasa ibu itu (Sunda dan Jawa) ternyata tidak diajarkan di sekolah-sekolah kita di Banten. Padahal lembaga pendidikan sebagai tempat memanusiakan manusia juga memiliki peran dan tanggung jawab yang tidak kecil dalam memperhatikan kelangsungan bahasa ibu atau bahasa daerah.
Tapi kita bisa sedikit berbahagia ketika persoalan mendasar ini kemudian ditangkap oleh Dewan Pendidikan (DP) Kota Serang dan Komite Sekolah se-Kota Serang yang mengusulkan bahwa bahasa Jawa-Serang dimasukkan sebagai kurikulum dalam muatan lokal (mulok) di sekolah mulai SD, SMP, SMA, dan SMK. Tujuannya? “Kami merasa mulok itu penting bagi siswa agar bahasa Jawa-Serang itu tak hilang dimakan waktu, sehingga penting untuk diketahui oleh anak cucu hingga cicit kita,” ujar sekretaris DP Kota Serang Furtasan Ali Yusuf (Radar Banten, 28 Maret 2009).
Apa sebenarnya mulok itu? Mulok (sebagaimana dijelaskan oleh J. Drost, SJ. dalam Reformasi Pengajaran) adalah bahan pengajaran yang dibuat oleh sekolah bertujuan agar para siswa merasa kerasan di sekolah. Dengan adanya mulok, siswa di sekolah diharapkan—terutama Sekolah Dasar—tidak merasa tercabut dari lingkungan hidup sehari-hari mereka. Seperti akan melepaskan ikan ke aquarium yang baru, agar tak setres maka ikan mesti dibiarkan dulu berada dalam plastik untuk beberapa saat sebelum dilepaskan agar dapat menyesuaikan diri. Setelah nyaman,barulah ia dilepaskan.
Begitulah fungsi mulok dalam sekolah. Sehingga sekolah tidak menjadi tempat yang asing bagi mereka (terutama dalam berkomunikasi) karena bahasa pengantar yang digunakan di sekolah adalah bahasa Indonesia, bahasa yang oleh sebagian atau beberapa siswa yang menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa komunikasi sehari-hari agak asing. PP no. 28 menjelaskan tentang mulok berbunyi: “Satuan pendidikan dasar dapat menambahkan mata ajaran sesuai dengan keadaan lingkungan dan ciri khas satuan pendidikan bersangkutan....” Mata ajaran bisa berbentuk macam-macam. Ada yang berbentuk pengajaran bahasa daerah, atau yang lain seperti permainan, misalnya.
Jika mengacu definis mulok di atas, bahasa Jawa-Serang jelas mengandung muatan lokal. Dengan begitu bahasa Jawa-Serang bisa diajukan menjadi muatan lokal di sekolah.

Pelajaran Menyenangkan
Sekali dayung, dua, tiga pulau terlampaui. Begitu pepatah mengatakan. Jika bahasa Jawa-Serang disetujui oleh Dinas Pendidikan Kota Serang—dan langkah ini bisa diikuti oleh Dinas Pendidikan Provinsi—menjadi mata ajaran yang bermuatan lokal di sekolah, maka Dindik Kota Serang sesungguhnya tidak hanya membuat bahasa daerah terjaga tapi juga membuat siswa betah di sekolah karena ada satu pelajaran yang menyenangkan dan hasilnya bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jangan sampai mulok pelajaran bahasa daerah menjadi perlajaran yang dibenci siswa karena tidak bisa seperti saat saya sekolah dulu. Bahasa daerah yang diajarkan saat itu adalah bahasa Sunda yang biasa digunakan masyarakat Garut, Bandung, dan sekitarnya. Sedangkan saya yang tinggal di Serang tidak menggunakan bahasa Sunda Bandung itu sebagai alat komunikasi sehari-hari. Di Serang, yang mayoritas menggunakan bahsa Jawa-Serang sebagai alat komunikasi, bahasa Sunda semacam itu tidak berguna karena tak ada yang bisa menggunakannya. Memang benar bahwa di Banten, terutama di Pandeglang dan Lebak terdapat juga bahasa Sunda, namun sangat berlainan dengan yang digunakan masyarakat Bandung dan sekitarnya.
Setelah Banten menjadi provinsi, apalagi sekarang sudah menginjak usia yang kesembilan, sudah saatnya bahasa-bahasa daerah yang digunakan masyarakat di Banten diajarkan di sekolah-sekolah sebagai usaha pelestarian, meskipun bahasa memang berkembang setiap saat seperti yang diungkapkan Alif Danya Munsyi dalam Bahasa Menunjukkan Bangsa. Setidaknya, kita masih bisa menyaksikan bahasa daerah eksis di tengah gempuran bahasa-bahasa asing yang dianggap lebih keren, intelek, dan seterusnya.
Bahasa daerah sangat berguna agar siswa dapat berkomunikasi secara baik dalam bahasa ibunya kepada yang lebih tua, yang lebih muda, atau siapa pun dalam pergaulan sehari-hari. Selain itu, dengan memasukkan bahasa daerah sebagai mulok berarti ikut berperan dalam melestarikan salah satu bagian dari kebudayaan sebagaimana diserukan oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO).
Syukur-syukur, dan kita bisa saja berharap, setelah diajarkan bahasa daerah, para siswa dapat menggunakan dan mengembangkan bahasa daerah dengan membuat karangan berbahasa ibu. Di Jawa Barat banyak pengarang yang membuat karangan dengan bahasa Sunda. Lalu apa asalahnya jika ada yang membuat karangan berupa novel, cerpen, puisi, esai atau karangan lainnya dengan menggunakan bahasa Jawa-Serang. Bukankah itu juga baik? Dan penerapan mulok di sekolah menjadi salah satu harapan berkembangnya bahasa daerah di Banten.

Tidak ada komentar: