Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 02 November 2009

Tertawalah maka Kau Sehat


Judul : Tertawa itu Sehat
Judul asli : At-Tadawi Bidh Dhohik
Penulis : Hasan Muhammad Bamu’aibid
Penerjemah : Amir Ghozali, LC
Penerbit : Mumtaza, Solo
Halaman : 102
Cetakan pertama, tahun 2009

Setelah menuliskan beberapa macam nama obat, seorang dokter menuliskan kata “tertawa dan tersenyumlah” dalam secarik kertas resep yang ia berikan kepada pasien yang berobat kepadanya.
Setelah membaca resep itu, sang pasien bertanya sambil tersenyum, “Apakah Anda bercanda?”
“Tidak,” jawab sang dokter. “Itu memang resep bagus buat Anda.”
Kira-kira begitu ilustrasi yang saya bayangkan saat membaca buku Tertawa itu Sehat (hal. 31). Sedahsyat itukah manfaat tertawa dan tersenyum dalam mengobati suatu penyakit sampai-sampai dijadikan resep obat?
Di Jerman, para guru mengajarkan bagaimana tertawa dan tersenyum. Kenapa negara maju itu mengajarkan tertawa—yang kalau di Indonesia diterapkan begitu, mungkin akan ditertawakan habis-habisan—di sekolah? Apakah tertawa penting mereka ajarkan?
Pertanyaan mendasar untuk kedua ilustrasi di atas adalah: adakah manfaat dari tertawa atau senyum? Jawabannya: banyak. Salah satunya adalah memperbaiki sistem imunitas pada anak-anak yang menderita sakit parah, seperti: kanker, AIDS, dan diabetes (hal. 39).
Tidak hanya itu. Tertawa juga bisa menguatkan jantung, menghindari penyakit, mencegah stres, menghasilkan kekebalan tubuh, mencegah tumor, memperpanjang usia, membasmi sel-sel kanker, obat sakit gula, mencegah racun, menurunkan kadar kolesterol, pengusir rasa pesimis, dan lain-lain.
Mungkin Anda tercengang mendengar begitu banyak manfaat dari tawa yang penulis kemukakan di atas. Atau belum percaya? Bila pun demikian, begitulah menurut Hasan Muhammad Bamu’aibid penulis buku “Tertawa itu Sehat” ini. Dalam penelitian-penelitian yang diadakan oleh sejumlah pakar, tertawa memang bisa melakukan hal-hal luar biasa di atas.
Selain apa yang penulis kemukakan di atas, tentu saja masih ada banyak manfaat lain dari tertawa yang dikemukakan dalam buku ini. Ada puluhan (bahkan dalam cover buku disebutkan sampai seribu satu) manfaat tertawa diungkapkan dengan bahasa ringan dan mudah dipahami. Padahal (mungkin) selama ini yang kita tahu, tertawa hanya bermanfaat menghilangkan rasa canggung, tegang, setres, atau mencairkan suasana saja.
Banyaknya manfaat tertawa ini tidak mengada-ada dan bukan hanya isapan jempol tanpa bukti. Ini adalah temuan ilmiah oleh para ahli kesehatan terutama di Amerika Serikat. Dan setelah dilakukan beberapa penelitian di negara-negara maju lain seperti Prancis, Jepang, Jerman, Inggris, dan Cina tertawa memang banyak sekali memberikan manfaat bagi kesehatan akal, badan, bahkan jiwa. Tertawa bahkan menjadi pengobatan alternatif di negara-negara maju. Mereka tahu bahwa tertawa bisa mengobati berbagai penyakit baik fisik maupun psikis.
Saking pentingnya manfaat tertawa, Jerman bahkan menjadi saksi diselenggarakannya Sekolah Internasional pertama untuk mempelajari seni tertawa. Keseriusan orang-orang Jerman bahkan dianggap sebagai hal yang kurang baik karena itulah mesti disebarkan jiwa humoris dan canda tawa pada mereka. Salah seorang yang terkait dalam penyelenggaraan Sekolah Internasional itu bahkan berharap Jerman bisa menjadi pusat negeri tawa di Eropa (hal. 86).
Anda ingin mengurangi berat badan? Tertawa bisa mengobati. Ingin mengurangi kegemukan? Tersenyum saja. Ingin meringankan rasa sakit? Tertawalah. Mengurangi tekanan jiwa beserta dampaknya? Tertawalah. Ingin terhindar dari penyakit jantung? Tertawalah. Ingin mencegah naiknya kadar gula dalam darah? Tertawalah. Simpelnya, jika ingin sehat tertawa atau tersenyumlah.
Dalam buku ini tiap bab (Amir Ghozali sebagai penerjemah menyebutnya “pasal”) diisi dengan sub bab yang kemudian dipaparkan dengan keterangan singkat saja. Gaya penulisan seperti ini sangat asyik dinikmati apalagi bagi mereka yang tidak biasa membaca kalimat-kalimat panjang sampai berlembar-lembar untuk bicara suatu pokok permasalahan.
Selain itu, sesekali juga penulis menyelipkan ayat al-Qur’an dan Hadits. Namun tidak melulu sebagai penguat apa yang diuraikannya tentang tertawa (seperti kebanyakan buku-buku yang selama ini banyak beredar), lebih dari itu, ayat al-Quran dan Hadits itu justru terkadang menjadi pembanding bagaimana ajaran agama Islam memandang tertawa.
Tertawa bisa dan boleh dilakukan siapa saja. Tidak memandang etnis, kewarganegaraan, bahkan agama. Bahkan dalam agama islam ada sebuah riwayat nabi Sulaiman yang tertawa saat mendengar semut yang “mengungsi” karena khawatir akan terinjak oleh pasukan nabi Sulaiman. “Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan semut itu....” (al-Naml: 19).
Namun (agaknya) tertawa yang “diinginkan” penulis sebenarnya adalah tertawa yang bersahaja atau tersenyum bukan tertawa dengan terbahak-bahak. Karena tertawa terbahak-bahak malah tidak baik (hal. 48 juga 101).
Jadi, tertawalah karena tertawa adalah obat.
Selamat tertawa.

Tidak ada komentar: